Arang kayu
Tahun ini fakultas kehutanan unlam dapat dana Kuliah Kewirausahaan (KWU) yang disponsori oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat Dirjen Dikti. Sebetulnya sih saya ngga masuk dalam tim, cuma dimintai tolong aja membantu mensukseskan kegiatan ini. Walau demikian saya sangat berterima kasih sekali kepada Bpk Prof.Dr.Ir.H. M. Arief Soendjoto, M.Sc dan Bpk. Ir. Budi Sutiya, MP sebagai tim pengusul yang telah ngajak saya. Kegiatannya sudah diadakan tanggal 5 sampai dengan 9 Juni 2009 yang lalu, makanya beberapa hari ini saya libur blogging, jadwalnya padat! Tapi ngga apa-apa, lewat kegiatan ini saya jadi tambah ilmu dan wawasan serta tentunya kegiatan ini bisa saya jadikan tambahan bahan untuk posting di bog, betul kan?.
Pas kegiatan kemarin, ada satu kunjungan yang menarik bagi saya, yaitu kunjungan ke industri arang kayu. Tapi sayang, di lokasi yang dikunjungi cuma ada proses sortasi aja, ngga ada proses pengolahnnya. Kata yang empunya, yaitu Bapak Ir. H. M. Helmi (kebetulan dosen Fahutan Unlam juga), lokasi pengolahan arang ada di kabupaten lain, yaitu tanah bumbu. Dalam proses pengolahan tersebut dilakukan dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Bahan bakunya diambil dari dahan dan ranting atau limbah kayu, yang kemudian di bakar hingga menjadi arang menggunakan tungku. Jenis bahan bakunya dibedakan 2 (dua) macam, yaitu campuran dan Alaban.
Sekali lagi sayang ya, ngga bisa melihat langsung proses pembuatannya. Secara teori nih, arang kayu adalah suatu bahan padat yang berpori-pori dan merupakan hasi pembakaran dari bahan yang mengandung unsur Karbon. Bagaimana proses lengkapnya memang tidak bisa saya lihat langsung tetapi setidaknya saya bisa belajar dari tulisan-tulisan yang ada, salah satunya tulisan karangan Haris Iskandar dan Kresno Dwi Santosa.
Hasil pengarangan tersebut dibuat dalam karung dan selanjutnya di kirim ke banjarbaru untuk di sortasi berdasarkan ukuran, sedangkan sortasi berdasarkan jenis dilakukan pada saat pengumpulan bahan baku. Masing-masing jenis ditempatkan pada blok yang berbeda. Masing-masing jenis ini kemudian disortasi berdasarkan ukuran sesuai permintaan pasar. Sortasi dilakukan dengan cara mengayak / menyaring arang-arang tersebut, dengan ukuran saringan tertentu, nah yang lolos saringan berarti tidak termasuk dalam kualifikasi, tapi tidak dibuang lho. Arang yang lolos saringan tersebut ukurannya kecil atau bahkan seperti debu, dan biasanya dibawa lagi ke lokasi lain untuk dijadikan produk lain seperti briket.
Sungguh mengesankan, dari usaha arang saja dapat membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang, kurang lebih 500 orang. Selain itu, skalanya juga sudah ekspor ke beberapa belahan dunia. Alur prosesnya juga cepat, barang tidak sampai tertimbun lama, sudah ada truk / kontainer yang mengantar atau menjemput dari lokasi produksi dan pelabuhan.
Di saat sekarang ini, saat BBM mulai langka, bahkan di beberapa daerah minyak tanah sudah “dihilangkan” dari peredaran dan diganti dengan gas, arang tentu menjadi alternatif kaum ibu untuk keperluan memasak. “Ayo mari, manfaatkan berbagai hasil hutan bukan kayu (seperti arangdan lain-lain) dan jangan takut selama usaha kita memenuhi segala perasyaratan dan prosedur yang diberlakukan, kita pasti bisa. Apalagi sekarang kita sudah didukung sepenuhnya oleh pemerintah melalui PERATURAN Menteri Kehutanan Indonesia Nomor: P.19/Menhut-II/2009”kata Pak Helmi.
Suatu kunjungan yang singkat memang, tapi sangat inspiratif!
Read more...
Pas kegiatan kemarin, ada satu kunjungan yang menarik bagi saya, yaitu kunjungan ke industri arang kayu. Tapi sayang, di lokasi yang dikunjungi cuma ada proses sortasi aja, ngga ada proses pengolahnnya. Kata yang empunya, yaitu Bapak Ir. H. M. Helmi (kebetulan dosen Fahutan Unlam juga), lokasi pengolahan arang ada di kabupaten lain, yaitu tanah bumbu. Dalam proses pengolahan tersebut dilakukan dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Bahan bakunya diambil dari dahan dan ranting atau limbah kayu, yang kemudian di bakar hingga menjadi arang menggunakan tungku. Jenis bahan bakunya dibedakan 2 (dua) macam, yaitu campuran dan Alaban.
Sekali lagi sayang ya, ngga bisa melihat langsung proses pembuatannya. Secara teori nih, arang kayu adalah suatu bahan padat yang berpori-pori dan merupakan hasi pembakaran dari bahan yang mengandung unsur Karbon. Bagaimana proses lengkapnya memang tidak bisa saya lihat langsung tetapi setidaknya saya bisa belajar dari tulisan-tulisan yang ada, salah satunya tulisan karangan Haris Iskandar dan Kresno Dwi Santosa.
Hasil pengarangan tersebut dibuat dalam karung dan selanjutnya di kirim ke banjarbaru untuk di sortasi berdasarkan ukuran, sedangkan sortasi berdasarkan jenis dilakukan pada saat pengumpulan bahan baku. Masing-masing jenis ditempatkan pada blok yang berbeda. Masing-masing jenis ini kemudian disortasi berdasarkan ukuran sesuai permintaan pasar. Sortasi dilakukan dengan cara mengayak / menyaring arang-arang tersebut, dengan ukuran saringan tertentu, nah yang lolos saringan berarti tidak termasuk dalam kualifikasi, tapi tidak dibuang lho. Arang yang lolos saringan tersebut ukurannya kecil atau bahkan seperti debu, dan biasanya dibawa lagi ke lokasi lain untuk dijadikan produk lain seperti briket.
Sungguh mengesankan, dari usaha arang saja dapat membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang, kurang lebih 500 orang. Selain itu, skalanya juga sudah ekspor ke beberapa belahan dunia. Alur prosesnya juga cepat, barang tidak sampai tertimbun lama, sudah ada truk / kontainer yang mengantar atau menjemput dari lokasi produksi dan pelabuhan.
Di saat sekarang ini, saat BBM mulai langka, bahkan di beberapa daerah minyak tanah sudah “dihilangkan” dari peredaran dan diganti dengan gas, arang tentu menjadi alternatif kaum ibu untuk keperluan memasak. “Ayo mari, manfaatkan berbagai hasil hutan bukan kayu (seperti arangdan lain-lain) dan jangan takut selama usaha kita memenuhi segala perasyaratan dan prosedur yang diberlakukan, kita pasti bisa. Apalagi sekarang kita sudah didukung sepenuhnya oleh pemerintah melalui PERATURAN Menteri Kehutanan Indonesia Nomor: P.19/Menhut-II/2009”kata Pak Helmi.
Suatu kunjungan yang singkat memang, tapi sangat inspiratif!